Bagi Indonesia Membuat persenjataan nuklir sebenarnya bukanlah hal yang sulit, tinggal bagaimana menggabungkan, antara BATAN, PT.PINDAD dan LAPAN. Program Nuklir Indonesia dilaksanakan untuk membangun reaktor nuklir, sehingga dapat memproduksi energi. Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktifdanfasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN). Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) didirikan tahun 1998. Penelitian energi atom dimulai di Indonesia. Selain untuk memproduksi listrik, teknologi nuklir juga digunakan untuk kegunaan medis, manipulasi genetika dan agrikultur. Rencana untuk program atom dihentikan tahun 1997 karena penemuan gas alam Natuna, tetapi program ini kembali dijalankan sejak tahun 2005.
Potensi Sumber Daya Nuklir Indonesia
Tidak selamanya limbah radioaktif berbahaya. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto mengungkapkan limbah radioaktif justru bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar baru.
Djarot bahkan menyebutkan banyak negara besar jika Indonesia bisa memanfaatkan potensi ini. Pasalnya jika diolah lebih lanjut limbah radioaktif bisa dimanfaatkan sebagai senjata nuklir.
"Bahan limbah radioaktif bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar baru. Itu yang ditakuti banyak negara besar kalau Indonesia bisa mengolahnya karena disitu bisa dihasilkan plutonium dan uranium yang punya potensi sebagai senjata nuklir," kata Djarot di sela Training Meeting on Best Practices in the Uranium Production Cycle From Exploration through to Mining di Jakarta, Selasa (14/10).
Indonesia diakui Djarot sejatinya memiliki keahlian untuk itu. Hanya hingga saat ini belum ada kebijakan yang memperbolehkan Indonesia untuk melakukannya. Peraturan pemerintah menyebutkan Indonesia tak mengizinkan adanya eksploitasi terhadap bahan galian nuklir seperti uranium dan thorium. Sehingga kemampuan tersebut tidak berkembang.
Salah satu limbah radioaktif yang berpotensi tinggi adalah limbah bekas bahan bakar. Limbah ini menjadi bahan strategis dimasa mendatang sebagai pasokan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Saat ini Djarot menambahkan semua limbah radioaktif yang dihasilkan seperti dari rumah sakit, kegiatan penambangan, dan industri pembuatan kertas disimpan di lahan Batan di Serpong, Tangerang. Lahan yang disediakan seluas empat kali lapangan badminton. "Jadi kita mau lihat prespektif limbah sebagai sampah atau potensi bahan bakar baru. Tapi memang ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari keselamatannya," katanya.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan terdapat cadangan 70 ribu ton Uranium dan 117 ribu ton Thorium yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia, yang bisa bermanfaat sebagai energi alternatif di masa depan.
"Untuk Uranium potensinya dari berbagai kategori, ada yang dengan kategori terukur, tereka, teridentifikasi dan kategori hipotesis, sedangkan Thorium baru kategori hipotesis belum sampai terukur," kata Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Agus Sumaryanto.
Sebagian besar cadangan Uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat, sebagian lagi ada di Papua, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, sedangkan Thorium kebanyakan di Babel dan sebagian di Kalbar.
Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulbar, dimana deteksi pendahuluan menyebut kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100-1.500 ppm (part per milion) dan Thorium antara 400-1.800 ppm.
Kecamatan Singkep, Kabupaten Mamuju juga menjadi kawasan yang laju dosis radiasi gammanya tercepat di Indonesia dibanding rata-rata nilai laju dosis radiasi Gamma di Indonesia yang 46 nSv per jam, kata Direktur Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi Batan, Susilo Widodo.
Ia mengatakan, pihaknya telah menyusun Peta Radiasi dan Radioaktivitas Lingkungan sebagai data dasar, sehingga kalau ada kenaikan radiasi yang disebabkan faktor bukan alami misalnya radiasi hasil lepasan industri atau kecelakaan nuklir, bisa diketahui dengan cepat. Susilo mengatakan, saat terjadi kecelakaan reaktor nuklir Fukushima pihaknya tidak mendeteksi adanya radiasi nuklir yang masuk ke wilayah Indonesia. "Secara alamiah, radiasi nuklir dari Jepang di utara sulit menyebrang ke kawasan katulistiwa. Justru jika dilihat dari posisi dan arah angin potensi radiasi dari Jepang akan masuk lebih dulu ke Amerika Serikat dan terakhir China," katanya.
Peta ini, ujarnya, juga penting untuk mengkaji efek kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di daerah radiasi tinggi serta indikasi bahan tambang seperti Uranium, Thorium dan mineral sejenisnya.
Peta tingkat radiasi dan radioaktivitas lingkungan di Indonesia ini, urainya, terdiri dari lima peta, yakni peta laju dosis radiasi gamma lingkungan dan peta tingkat konsentrasi radionuklida alam Thorium-228, Thorium-232, Radon-226, dan Kalium-40 dalam sampel permukaan.
Batan juga meluncurkan URL monitor radiasi lingkungan kawasan reaktor nuklir Serpong dimana telah dipasang lima monitor gamma di kawasan itu selama 2012-2013 dan meluncurkan "GPS tracking" untuk transportasi limbah di Indonesia.
Potensi Penggunaan Nuklir di Bidang Pertahanan dan Keamanan
Seperti diketahui Indonesia telah menguji roket RX-420 ini menggunakan propelan yang dapat memberikan daya dorong lebih besar sehingga mencapai 4 kali kecepatan suara sehingga membuat daya jelajahnya mencapai 100 km bahkan bisa mencapai 190 km bila struktur roket bisa dibuat lebih ringan.
Nilai tambah tinggi ini adalah 100% hasil karya anak bangsa, para insinyur Indonesia begitu pula semua komponen roket-roket balistik dan kendali dikembangkan sendiri di dalam negeri, termasuk softwarenya, hanya komponen subsistem mikroprosesor yang masih diimpor.
Sedangkan Anggaran yang dikeluarkan untuk peluncurannya pun “cuma” Rp 1 milyar, kalah jauh dengan yang dikorupsi para anggota DPR untuk traveller checks pemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur BI yang lebih dari Rp. 50 milyar. Juga bila dibandingkan dengan korupsi BLBI yang lebih dari Rp. 700 trilyun. Mengapa malah menjadi buah bibir di Australia, Singapura dan Malaysia? Karena keberhasilan peluncuran roket Indonesia ini ke depan akan membawa Indonesia mampu mendorong dan mengantarkan satelit Indonesia bernama Nano Satellite sejauh 3.600 km ke angkasa dan satelit Indonesia ini nanti akan berada pada ketinggian 300 km dan kecepatan 7,8 km per detik.
Apabila ini terlaksana Indonesia akan menjadi negara yang bisa menerbangkan satelit sendiri dengan produk buatan sendiri dan Indonesia dengan demikian akan masuk member “Asian Satellite Club” bersama Cina, Korea Utara, India dan Iran. Kekhawatiran Australia, Singapura dan Malaysia ini masuk akal, bukan? Kalau saja Indonesia mampu mendorong satelit sampai 3.600 km untuk keperluan damai atau keperluan macam-macam tergantung kesepakatan rakyat Indonesia. Secara otomatis pekerjaan ecek-ecek bagi Indonesia untuk mampu meluncurkan roket sejauh 190 km untuk keperluan militer bakal sangat mengancam mereka sekarang ini pun juga!!! Apalagi kalau tempat peluncurannya ditempatkan di Batam atau Bintan, maka Singapura dan Malaysia Barat sudah gemetaran bakal kena roket Indonesia.
Kalau ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur, maka si OKB Malaysia tak akan pernah berpikir ngerampok Ambalat. Lain halnya dengan Australia, mereka ada rasa takutnya juga karena mitos ada musuh dari utara yakni Indonesia itu memang bukan sekedar mitos tetapi sungguh ancaman nyata di masa depan dekat.
Pesawat CN 235 Versi Militer rupanya Australia, Singapura dan Malaysia sudah lama ” tahu ” kehebatan insinyur-insinyur Indonesia, buktinya? Tidak hanya gentar dengan roket RX-420 Lapan tetapi mereka sekarang sedang mencermati pengembangan lebih jauh dari CN235 versi Militer buatan PT. DI, juga mencermati perkembangan PT. PAL yang sudah siap dan mampu membuat kapal selam asal dapat kepercayaan penuh dan dukungan dana dari pemerintah.
Bila para ekonom Indonesia antek-antek World Bank dan IMF menyebut pesawat-pesawat buatan PT. DI ini terlalu mahal dan menyedot investasi terlalu banyak (“cuma” Rp. 30 trilun untuk infrastruktur total, SDM dan lain-lain) dan hanya jadi mainannya BJ Habibie, tetapi mengapa Korea Selatan dan Turki mengaguminya setengah mati?
Turki dan Korsel adalah pemakai setia CN 235 terutama versi militer sebagai yang terbaik di kelasnya karena Inovasi 40 insinyur-insinyur Indonesia pada CN 235 versi militer ini adalah penambahan persenjataan lengkap seperti rudal dan teknologi radar yang dapat mendeteksi dan melumpuhkan kapal selam. Kalau mengawal Ambalat cukup ditambah satu saja CN235 versi militer (disamping armada TNI AL dan pasukan Marinir yang ada) untuk mengusir kapal selam dan kapal perang Malaysia lainnya. Jadi musuh yang sebenarnya ada di Indonesia sendiri, yakni watak orang Indonesia yang tidak mau melihat orang Indonesia sendiri berhasil.
Karya insinyur-insinyur Indonesia yang hebat dalam membuat alutsista dibilang orang Indonesia sendiri terutama para ekonom pro Amerika Serikat dan Eropa: “Mending beli langsung dari Amerika Serikat dan Eropa karena harganya lebih murah”. Mereka tidak berpikir jauh ke depan bagaimana Indonesia akan terus tergantung di bidang teknologi, Indonesia hanya akan menjadi konsumen teknologi dengan membayarnya sangat mahal terus menerus sampai kiamat tiba.
Apabila ada kekurangan yang terjadi dengan industri karya bangsa sendiri, harus dinilai lebih fair dan segera diperbaiki bersama-sama, misalnya para ahli pemasaran atau sarjana-sarjana ekonomi harus diikutsertakan dalam team work, sehingga insinyur-insinyur itu tidak hanya pinter produksi sebuah pesawat tetapi setidaknya tahu bagaimana menjual sebuah pesawat itu berbeda dengan menjual sebuah Honda Jazz.
Sedangkan kalau ada kendala dalam pengadaan Kredit Ekspor sebagai salah satu bentuk pembayaran, tolong dipecahkan dan didukung oleh dunia perbankan, agar jualan produk sendiri bisa optimal karena akan menarik bagi calon pembeli asing yang tak bisa bayar cash.
Korsel Ingin Belajar Radioisotop Kepada Indonesia
Keunggulan Indonesia dalam mengembangkan teknologi nuklir, khususnya produksi radioisotop pengayaan rendah menarik minat negara lain. Bahkan Korea Selatan ingin belajar dengan para ahli asal Indonesia. “Kami kemarin di undang ke Korea, disuruh ngajarin Korea soal bagaimana memproduksi radioisotop ,” kata Direktur Utama PT Batan Teknologi, Yudiutomo Imardjoko yang ditulis, Jumat (14/3/2014).
Indonesia saat ini melalui PT Batan Teknologi menjadi satu-satunya perusahaan di dunia yang mampu memproduksi radioisotop dengan model pengayaan rendah tersebut.
Menurut Yudi, keinginan kuat Korea untuk mendapatkan ilmu tersebut diakuinya sangat kuat, hingga sampai terdapat beberapa karyawan Batan Teknologi yang ditawarin untuk bekerja di perusahaan nuklir Korea tersebut.
“Mereka menginvestasikan sampai US$ 200 juta, mereka uang banyak. Tidak hanya itu, anak buah saya malah mau dibajak kerja di sana, tapi tidak mau mereka,” jelas Yudi.
Meski Korea meminta Indonesia menyalurkan Ilmunya, namun menurut Yudi apa yang diajarkan ke Korea hanya sebagian umum saja, tidak secara mendetail. Radioisotop milik Batan Tekno dengan pengayaan rendah ini sudah mendapatkan sertifikat pengakuan dari PBB dan dianggap menjadi satu-satunya program utama misi PBB dalam mengurangi penggunaan nuklir dengan model pengayaan rendah.
“Kalau nuklir yang kita produksi ini kan tidak bisa dijadikan senjata, karena pengayaan rendah, itu lebih utama untuk kedokteran, itu sesuai dengan misi UN (United Nation/PBB) dalam mengurangi penggunaan nuklir untuk senjata,” pungkas Yudi.
Sumber 1, 2, 3.
0 komentar:
Posting Komentar